Beberapa ribu tahun yang lalu, jika seseorang menderita migrain atau demam, kemungkinan dokter akan mencoba salah satu pengobatan tertua ini: bloodletting (bekam). Dokter akan membuka vena dengan jarum atau potongan kayu yang ditajamkan sehingga darah akan mengalir keluar, menetes ke dalam wadah yang telah disiapkan.


Dianggap sebagai salah satu praktik kedokteran tertua, bekam diduga berasal di Mesir Kuno. Dari mesir kemudian menyebar ke Yunani di mana dokter, seperti Erasistratus yang hidup abad ketiga SM, percaya bahwa semua penyakit berasal dari darah yang terlalu banyak. Pada abad kedua SM, Galen of Pergamus mengembangkan teori awal Hippocrates bahwa kesehatan yang baik memerlukan keseimbangan sempurna di antara empat cairan, yaitu darah, dahak, empedu kuning dan empedu hitam. Tulisan-tulisan dan ajarannya membuat bekam menjadi teknik umum yang berlaku di seluruh kekaisaran Romawi sebelum kemudian di India dan Arab. Namun demikian, bekam bagi masyarakat Mesoamerika praColumbus diyakini sebagai bentuk pengorbanan untuk dewa-dewa mereka. Di Eropa masa abad pertengahan, bekam menjadi perawatan standar untuk berbagai kondisi, mulai cacar hingga epilepsi dan asam urat. Praktisi biasanya menyobek vena atau arteri di lengan atau leher, kadang-kadang menggunakan alat khusus semacam pisau tunggal yang dikenal sebagai fleam. Pada tahun 1163, sebuah dekrit gereja menyatakan kebencian terhadap prosedur medis tersebut sekaligus melarang biarawan dan imam yang sering berperan sebagai dokter melakukan bekam. Larangan tersebut lantas menyebabkan munculnya “dokter-dokter tiban.” Tukang cukur, selain mencukur, mulai menawarkan berbagai layanan, termasuk bekam, pencabutan gigi, lancing dan amputasi. Pun demikian halnya dengan penata rambut yang melakukan penusukan pembuluh darah dalam upaya untuk menyembuhkan penyakit.
Pada abad ke-18 bekam sebagai prosedur medis menjadi tidak begitu menyakitkan seiring dengan munculnya lanset pegas dan scarificator, sebuah perangkat dengan beberapa pisau. Umumnya, dokter dan ahli bedah mengunakannya untuk pasien mereka yang paling terhormat. Marie-Antoinette, misalnya, yang menikmati manfaatnya saat melahirkan anak pertamanya, Marie-Thérèse, pada tahun 1778. Ketika kerumunan yang berharap bisa menyaksikan kedatangan bayinya memadati kamar tidurnya, Marie-Antoinette pingsan sehingga mendorong dokter bedah untuk menggunakan lanset. Beruntung, Marie-Antoinette sadar kembali setelah dibekam (mungkin karena secara bersamaan jendela dibuka udara segar bisa masuk).


Tapi, presiden pertama Amerika tak seberuntung Ratu Perancis itu. Pada tanggal 13 Desember 1799, George Washington terbangun dengan tenggorokan yang sakit dan kondisinya menurun dengan cepat. Sebagai seorang pendukung bekam, ia meminta bloodletting pada hari berikutnya dan dokter mengeringkan darahnya 5 sampai 7 liter dalam waktu kurang dari 16 jam. Meskipun sudah dilakukan upaya terbaik, Washington meninggal dunia pada tanggal 17 Desember. Tak ayal, spekulasi pun muncul: kematian Washington akibat terlalu banyak kehilangan darah. Kasus serupa juga menimpa Charles II yang dibekam pada lengan dan lehernya setelah mengalami kejang pada tahun 1685. Pada akhir 1800an pengobatan dan teknologi baru menyisihkan bekam. Ditambah lagi studi yang dilakukan dokter ternama semakin mendiskreditkan praktek medis ini. Meski demikian, bekam saat ini masih tetap menjadi terapi konvensional. Penggunaan lintah kemudian mengalami kebangkitan dalam beberapa dekade terakhir, khususnya di bidang pembedahan mikro.

Post a Comment